Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
hidupku ingin di gerakan oleh diri sendiri bukan orang lain kecuali ALLAH

SAHABAT


RSS

DAFTAR FATWA DSN-MUI

Sampai saat ini DSN telah memfatwakan sebanyak 43 fatwa, melingkupi fatwa mengenai produk perbankan syariah, lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, pasar modal, gadai serta berbagai fatwa penunjang transaksi dan akad lembaga keuangan syariah, yakni sebagai berikut:
No.
NOMOR FATWA
TENTANG
1
01/DSN-MUI/IV/2000
Giro
2
02/DSN-MUI/IV/2000
Tabungan
3
03/DSN-MUI/IV/2000
Deposito
4
04/DSN-MUI/IV/2000
Murabahah
5
05/DSN-MUI/IV/2000
Jual Beli Salam
6
06/DSN-MUI/IV/2000
Jual Beli Istishna
7
07/DSN-MUI/IV/2000
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
8
08/DSN-MUI/IV/2000
Pembiayaan Musyarakah
9
09/DSN-MUI/IV/2000
Pembiayaan Ijarah
10
10/DSN-MUI/IV/2000
Wakalah
11
11/DSN-MUI/IV/2000
Kafalah
12
12/DSN-MUI/IV/2000
Hawalah
13
13/DSN-MUI/IX/2000
Uang Muka dalam Murabahah
14
14/DSN-MUI/IX/2000
Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
15
15/DSN-MUI/IX/2000
Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
16
16/DSN-MUI/IX/2000
Diskon dalam Murabahah
17
17/DSN-MUI/IX/2000
Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran
18
18/DSN-MUI/IX/2000
Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS
19
19/DSN-MUI/IX/2000
Al-Qardh
20
20/DSN-MUI/IX/2000
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah
21
21/DSN-MUI/X/2001
Pedoman Umum Asuransi Syari’ah
22
22/DSN-MUI/III/2002
Jual Beli Istishna Paralel
23
23/DSN-MUI/III/2002
Potongan Pelunasan Dalam Murabahah
24
24/DSN-MUI/III/2002
Safe Deposit Box
25
25/DSN-MUI/III/2002
Rahn
26
26/DSN-MUI/III/2002
Rahn Emas
27
27/DSN-MUI/III/2002
Al-Ijarah al-Muntahiya bi al-Tamlik
28
28/DSN-MUI/III/2002
Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)
29
29/DSN-MUI/VI/2002
Pembiayaan Pengurusan Haji LKS
30
30/DSN-MUI/VI/2002
Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah
31
31/DSN-MUI/VI/2002
Pengalihan Utang
32
32/DSN-MUI/IX/2002
Obligasi Syari’ah
33
33/DSN-MUI/IX/2002
Obligasi Syari’ah Mudharabah
34
34/DSN-MUI/IX/2002
L/C Impor Syari’ah
35
35/DSN-MUI/IX/2002
L/C Ekspor Syari’ah
36
36/DSN-MUI/X/2002
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia
37
37/DSN-MUI/X/2002
Pasar Bank Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
38
38/DSN-MUI/X/2002
Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
39
39/DSN-MUI/X/2002
Asuransi Haji
40
40/DSN-MUI/X/2003
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal
41
41/DSN-MUI/III/2004
Obligasi Syariah Ijarah
42
42/DSN-MUI/V/2004
Syariah Charge Card
43
43/DSN-MUI/VIII/2004
Ganti Rugi (Ta’widh)





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Sepintas tidak ada perbedaan antara menabung di bank konvensional dan bank syariah. Namun kalau kita cermati ada sejumlah keunggulan apabila menabung di perbankan syariah. Keunggulan itu bersumber pada basis syariah yang mendasari operasinya.
Antara lain dalam konsep hubungan bank dan penabung. Di perbankan konvensional bank menjadi debitor dan penabung menjadi kreditor. Atas dasar simpan-pinjam bank membayar bunga kepada penabung dengan tingkat bunga yang sudah ditentukan, tak peduli berapa keuntungan yang diperoleh bank atau kerugian yang diderita bank.
Di perbankan syariah si penabung merupakan mitra bank sekaligus investor bagi bank itu. Sebagai investor ia berhak menerima hasil investasi bank itu. Hasil yang diperoleh penabung naik dan turun secara proporsional, mengikuti perolehan banknya.
Muamalah berdasarkan konsep kemitraan dan kebersamaan dalam profit dan risk itu akan lebih mewujudkan ekonomi yang lebih adil dan transparan.
Keunggulan lainnya terletak pada bagaimana dana penabung dimanfaatkan. Di bank konvensional penabung tidak tahu dan tidak punya hak untuk tahu kemana dana bakal disalurkan.
Bank syariah menyeleksi proyek yang hendak didanai, bukan hanya melihat dari sisi kelayakan usaha tetapi juga pada halal atau haram usaha itu. Semua nasabah baik deposan maupun debitor terhindar dari praktik moral hazard yang biasa bersumber dari sistem riba.
Keunggulan lain yang tak kalah menarik adalah perbankan syariah mampu memberikan early warning system atau peringatan dini bahaya.
Ketika perolehan bagi hasilnya terus merosot penabung bank syariah memperoleh isyarat bahwa sesuatu yang buruk terjadi pada banknya sehingga ia bisa mengantisipasi.





Keunggulan Perbankan Syariah

Ketika kita mendengar kata Syariah, rasanya hati ini berada dalam kesejukan dan ketenangan hati, ibarat tersentuh hembusan angin di kala cuaca yang lagi panas. Analogi ini saya kira cocok dan sesuai untuk menggambarkan betapa Indahnya Syariah. Di manapun aplikasinya akan terasa lebih nyaman. Kali ini kita berbicara tentang Perbankan Syariah Secara umum. Apa yang melatarbelakangi sehingga Perbankan Syariah terasa lebih Indah?
Menurut Analisa personal saya bahwa mengapa Perbankan Syariah itu Cenderung Nyaman kita dengar dan bertransakasi di dalamnya adalah yang pertama dari sisi Manajemennya. Dalam Bank Syariah ada beberapa Lembaga yang Urgen saya kira sebagai badan pengontrol Proses Perbankan Syariah yaitu :
1.Dewan Syariah yang merupakan Badan Independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional pada Bank. Beliau bertugas sebagai Penasehat kepada Direksi, sebagai mediator antar Bank dalam berkomunikasi.
2.Dewan Syariah Nasional yang merupakan bagian Majelis Ulama Indonesia yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai Syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha, bank, asuransi dan reksadana. Adapun keweangannya adalah:
mengeluarkn fatwa yang mengikat Dewan Syariah Nasional di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh dewan syariah nasional.
mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Proses Pengawasan
Proses pengawasan dalam bank syariah meliputi kegiatan-kegiatan berikut:
a. Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan
b. Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
c. Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.
d. melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
e. perbandingan hasil akhir (output) dengan masukan (input) yang digunakan.
Keunggulan umum Perbankan Syariah
Jika di lihat sepintas tidak ada perbedaan antara Bank Syariah dengan bank konvensional. Dalam bank konvensional, bank bertindak sebagai debitor dan penabung sebagai kreditor. Bank membayar bunga kepada penabung dengan bunga yang telah ditentukan, tanpa peduli berapa keuntungan ataupun kerugian yang dialami pihak Bank. Dalam Perbankan syariah, penabung merupaka mitra bank sekaligus investor. sebagai investor mereka berhak menerima hasil investasi bank itu. Hasil yang diperoleh penabung naik turun secara proporsional mengikuti perolehan bank. Hal ini menerapkan konsep muamalah yang menawarkan konsep kebersamaan dalam profit dan risk secara adil dan transparan. Keunggulan lainnya adalah dalam hal penyeleksian proyek yang hendak di danai, bukan hanya memperhatikan aspek kelayakan usaha yang akan didanai, tapi memperhatikan juga akan halal dan haramnya usaha tersebut. Semuanya itu dilakukan agar nasabah terhindar dari praktek sistem riba.
Dari aspek legalitas akad atau perjanjian transaksi Syariah memiliki ketentuan seperti berikut:
1. Rukun: Ada Penjual (pemilik), pembeli( nasabah), harga dan ijab qabul transaksi
2. Syarat-syaratnya: barang dan jasa harus halal, barang dan jasa harus jelas.
Inilah sekelumit kecil keindahan dan Keunggulan bank Syariah, begitu indah dan bermanfaatnya bank syariah untuk kemaslahatan umat manusia, marilah kita bersama-sama mensosialisasikan keindahan dan keunggulan bank syariah ini untuk menata kembali kehidupan perekonomian  di negara kita indonesia yang kita sama-sama cintai dan banggakan agar tercapainya kondisi ekonomi yang stabil, adil dan bermartabat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HAMBATAN PERBANKKAN SYARI'AH

HAMBATAN PERBANKKAN SYARI'AH
Tersendatnya Tumbuh Kembang Perbankan Syariah
Bank Syariah hadir dengan niat untuk menyuguhkan sebuah sistem perbankan yang sesuai syariah. berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut dengan cara menghilangkan unsur produk yang tidak sesuai syariah, memodifikasi produk agar sesuai syariah, dan/atau membuat produk baru.
Setelah upaya ini dilakukan selama hampir 2 dekade, bank syariah “hanya” berhasil meraup 3% dari pangsa pasar. Sekitar 97% selebihnya tentu diraih oleh bank konvensional. Mengapa bisa demikian?
Pertama,
            Masyarakat sudah terinstall dengan kebiasaan berbank secara konvensional lebih dari seabad. Kalau masyarakat butuh uang ya pinjam ke bank kemudian mengembalikannya dengan bunga x% atau kalau punya uang ya ditempatkan di bank kemudian memperoleh return x%.
Kedua,
Pemerintah Indonesia tetap tidak berkutik dengan hegemoni rezim ekonomi global berbasis bunga. Mau tidak mau, pemerintah harus mendukung penuh atau menomorsatukan tumbuh kembang perbankan konvensional.
Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa pemerintah sudah memberikan dukungan cukup signifikan terhadap tumbuh kembang perbankan syariah. Seperti disahkannya UU Tentang Perbankan Syariah, UU Tentang SBSN (Sukuk Negara), insentif pajak terhadap produk syariah, dan berbagai kemudahan lain.
Bank Indonesia juga secara simultan mengeluarkan Peraturan dan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur operasional perbankan syariah. Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional MUI juga melayani industri ini dengan berbagai fatwa terkait operasional Lembaga Keuangan Syariah.






Ketiga,
Infrastruktur bank syariah masih jauh dari memadai untuk bersaing dengan industri keuangan konvensional. Infrastruktur ini meliputi kemampuan pembentukan kantor bank syariah, IT support meliputi Core Banking System dan Delivery Channel. Meksipun demikian perlahan beberapa bank syariah mulai berbenah mengupgrade infrastruktur yang dibutuhkan.
Keempat,
Kualitas dan kuantitas SDM bank syariah masih tertinggal dibanding SDM bank konvensional. Silahkan diakui atau tidak. Dalam hal ini termasuk juga faktor gaji, kompensasi dan benefit yang diterima oleh Karyawan bank syariah yang masih kalah jauh dibanding perbankan konvensional.
Kelima,
Produk perbankan syariah yang dijanjikan bernilai lebih dibanding produk bank konvensional, ternyata masih serasa sama saja. Hanya ada perbedaan di sisi akad/skema alur produk.
Keenam,
Sosialisasi tentang ekonomi syariah yang masih kurang greget. Selain faktor budget promosi yang kecil, strategi komunikasi yang jauh dari efektif, berbagai pihak yang “memiliki massa” seperti ulama pun masih belum tahu persis apa yang harus dilakukan terkait keberadaan perbankan syariah ini. Atau bisa jadi ulama memang tidak perlu melakukan sesuatu terkait tumbuh kembang perbankan yang berlabel syariah ini.
Demikian sedikit dari sekian banyak faktor penyebab tersendatnya tumbuh kembang perbankan syariah jika dibandingkan dengan bank konvensional.

Untuk meningkatkan kualitas perbankan syariah nasional, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPbS-BI) kembali mengadakan Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) tahun 2011 ini. Forum yang berlangsung atas kerjasama BI dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) serta Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) kali ini mengusung tema “Meningkatkan Kualitas dan Daya Saing Industri Perbankan Syariah Nasional Menyongsong Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”.
Secara periodik kegiatan ini akan diselenggarakan dua kali setahun. Berdasarkan masukan berbagai kalangan dan melihat antusiasme kalangan perguruan tinggi terhadap kegiatan ini, untuk kali kedua di tahun 2011 forum diselenggarakan di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat pada Kamis (15/12) dan Jumat (16/12). Sebelumnya pada tahun yang sama FRPS diselenggarakan di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan pada Kamis (29/09) dan Jumat (30/09). Sementara, tahun 2010 lalu Bank Indonesia bekerjasama dengan IAEI, MES dan FoSSEI juga dengan sukses melaksanakan forum ini di Universitas Sriwijaya, Palembang dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam kegiatan ini panitia mengajak masyarakat untuk ikut serta mengajukan paper penelitian mengenai perbankan syariah nasional. Setiap paper yang masuk akan diuji oleh komite akademik yang ahli di bidangnya — kombinasi dari praktisi dan akademisi — yang akan menghasilkan penilaian yang tak hanya memenuhi kualitas akademis tetapi juga mempunyai daya aplikasi yang baik di dunia praktisi.

Selain memilih dan menampilkan enam paper terbaik dari 85 paper (Call for Papers) yang masuk ke panitia, dalam Forum Riset ini juga akan disampaikan kajian-kajian terpilih dari para peneliti dari Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) dan Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM) – Bank Indonesia serta Universitas Padjadjaran – Bandung.

Beberapa prominent scholars baik dari luar maupun dalam negeri yang hadir pada FRPS tersebut adalah Former President of the University of Marburg and Visiting Professor at the ICMA Centre, Henley Business School, University of Reading ­ Germany, Prof Dr Volker Nienhaus; Senior Lecturer, International Islamic University Islamabad ­ Pakistan, Prof Dr Asad Zaman; Professor and Senior Lecturer of Padjadjaran University, Prof Dr Nen Amran; dan mantan Gubernur Bank Indonesia dan Rektor IPDN, Dr.Burhanuddin Abdullah.

Kualitas penyelenggaraan FRPS setiap tahunnya diusahakan meningkat baik dalam penyelenggaraan Call for Papers maupun penyelenggaraan teknis Forum Riset. Penyelenggaraan Call for Paper kali ini mensyaratkan format yang lebih ketat merujuk pada format umum artikel jurnal internasional dan menggunakan kriteria penilaian yang juga lebih ketat dan terukur.

Begitu pula dalam penyelenggaraan teknis Forum Riset, waktu diskusi yang disediakan lebih lama dan peserta yang hadir diutamakan bagi para akademisi dan peneliti yang memang diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dalam sesi-sesi diskusi. Sehingga diharapkan Forum Riset ini betul-betul menjadi forum eksplorasi pengetahuan dan keahlian para akademisi dan peneliti yang hasilnya kemudian memberikan kemanfaatan maksimal bagi regulator, praktisi dan akademisi itu sendiri.

Forum Riset ini dihadiri oleh 400 peserta yang terdiri dari para akademisi, peneliti dan mahasiswa, dari lebih 70 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Dengan melibatkan masyarakat, akademisi, dan peneliti dalam pembuatan paper penelitian, jelas forum ini bertujuan untuk mendorong minat akademisi, peneliti dan masyarakat secara umum melakukan riset perbankan dan keuangan syariah. Pengembangan perbankan syariah nasional sangat membutuhkan inovasi, gagasan dan pemikiran baru yang aplikatif.

“Forum reguler ini diharapkan menjadi sarana untuk membangkitkan minat penelitian aplikatif berbagai kalangan, menjadi forum apresiasi bagi peneliti dan akademisi, serta media pertukaran ide dan menguji konsepsi pemikiran untuk diterapkan dalam rangka memajukan perbankan syariah nasional. Pertemuan ini adalah yang keempat, sebelumnya pernah dilakukan di Palembang, Yogyakarta dan Medan. Hasil penelitian ini tentu akan membantu BI dalam mengembangkan bank syariah. Apalagi saat ini BI sedang meneliti indeks return sektor riil,“ ungkap Direktur Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) Bank Indonesia, Dr Mulya E Siregar.

Mulya E Siregar berharap, sesuai dengan tujuan strategisnya, forum ini dapat memberikan manfaat. Misalnya memberikan ide dan rekomendasi segar dalam program-program pengembangan industri perbankan syariah nasional.

Forum ini juga diharapkan bisa menjadi media komunikasi dan knowledge sharing para akademisi dan lembaga riset untuk ikut serta dalam mengembangkan industri perbankan syariah nasional. Selain itu, lanjutnya, forum ini diharapkan bisa dijadikan parameter untuk mengukur kedalaman pengetahuan dan keahlian para akademisi dan lembaga riset dalam melakukan riset-riset perbankan syariah.

Juga untuk memetakan dan mengedukasi sumber daya manusia agar memiliki keahlian dalam keuangan/perbankan syariah, yang pada masa mendatang berpotensi untuk menjadi mitra riset DPbS, bank syariah dan Lembaga Keuangan Syariah lainnya.
“Konsistensi BI dalam mendorong pembangunan budaya penelitian dan pengkajian perbankan/keuangan syariah di lingkungan akademisi.

Memperhatikan besarnya manfaat kegiatan ini untuk mendorong tumbuh kembangnya penelitian di bidang keuangan dan perbankan syariah, maka Bank Indonesia berkomitmen untuk meneruskan pelaksanaan Forum Riset Perbankan Syariah ini secara berkesinambungan, dengan terus berupaya meningkatkan kualitas hasil dan efektivitas penyelenggaraannya,“ paparnya.

Bank Indonesia menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pimpinan dan civitas academika Universitas Padjadjaran Bandung atas dukungan dan kesediaan menjadi host university penyelenggaraan Forum Riset Perbankan Syariah kedua tahun 2011 ini. Pemilihan host university Forum Riset ini selain sebagai penghargaan atas reputasi dan komitmen kuat dari pihak civitas acedemica universitas dalam menumbuhkembangkan penelitian dan pengajaran ekonomi dan keuangan syariah. “Di samping itu, terbersit harapan agar universitas ini dapat memperpanjang daftar dan memperkuat barisan centre of excellence dalam penelitian dan pengajaran ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air,“       
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah menambahkan, seluruh stakeholders perbankan syariah sangat diharapkan turut bersama-sama secara sinergis berkontribusi dalam upaya pengembangan perbankan syariah nasional. Civitas academica dan peneliti secara spesifik diharapkan memberikan kontribusi berupa sumbang tenaga dan pikiran pada penyediaan SDM yang unggul, pengembangan produk, peningkatan efisiensi operasional dan governance perbankan syariah, serta berkontribusi pula dalam mengawal pengembangan industri ini agar tetap secara esensi dan fungsinya dapat dilaksanakan secara benar dan tepat.

Kegiatan forum ini adalah salah satu bentuk kontribusi untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut di atas. “Melalui kegiatan ini kita berharap minat dan keahlian akademisi dalam meneliti dan mengembangkan konsep-konsep aplikatif pada berbagai aspek terkait perbankan syariah dapat ditingkatkan. Dengan demikian, kita berharap, proses akumulasi ilmu dan pengetahuan dibidang perbankan syariah -yang secara praktis akan diimplementasikan oleh pelaku industri -akan semakin cepat dan produktif,“

Pada awal pendirian Bank Islam di Indonesia keberadaannya belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syari’ah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, tidak terdapat rincian landasan hukum syari’ah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.

Sebenarnya upaya intensif pendirian Bank Islam di Indonesia sudah di mulai sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober (pakto) pada tahun 1988 yang berisi liberalisasi industri perbankan Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satu pun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali pernyataan bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 %. Namun adanya rekomendasi dari lokakarya ulama.



Tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, kemudian diikuti dengan lahirnya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank Islam telah direkomendasikan sebagai perbankan bagi hasil, dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia yang kemudian diikuti oleh pendirian bank-bank perkreditan rakyat Syari’ah (Zaenal Arifin, 1999 : 26).

Selanjutnya perkembangan perbankan Islam pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Dalam Undang-undang tersebut diatur dengan lebih rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank Islam. Suatu perkembangan lain perbankan Islam di Indonesia pasca reformasi adalah diperkenankannya konversi cabang bank umum konvensional menjadi cabang syari’ah.

Dilihat dari sisi perkembangannya sejak awal berdirinya pada tahun 1992 sampai
diundangkannya UU No. 10/1998 perbankan Islam mengalami perlambatan yang cukup lama. Hal ini dapat dilihat dari sisi jumlah jaringan kantor dan volume kegiatan usaha masih belum optimal Oleh karena itu Pemerintah mempunyai keinginan untuk lebih mendorong perkembangan bank Islam di Indonesia. Upaya tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim Indonesia pada saat ini sangat menantikan suatu sistem perbankan Islam yang sehat dan terpercaya untuk mengakomodasi kebutuhan mereka terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Pengembangan perbankan Islam juga ditujukan untuk meningkatkan mobilisasi dana masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh system perbankan konvensional.

Selain itu sejalan dengan upaya-upaya restrukturisasi perbankan, pengembangan bank Islam merupakan suatu alternatif sistem pelayanan jasa bank dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya (Antonio, 2001 : 223).
Dalam upaya pengembangan perbankan Islam di tanah air, diperlukan kerja keras dari semua pihak. Secara garis besar ada lima tantangan utama yang harus dihadapi bank Islam dalam mengemban harapan dan amanah masyarakat khususnya umat Islam di Indonesia.
Tantangan itu adalah: pertama, peningkatan modal; kedua, regulasi yang memadai; Ketiga, sosialisasi dan edukasi; keempat, kesiapan sumber daya manusia dan kelima, komitmen umat (syahdeini, 1999: x).
Dalam rangka menghadapi salah satu tantangan tersebut, penelitian ini di fokuskan pada bidang regulasi atau peraturan perundang-undangan tentang perbankan Islam.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Direksi Bank Indonesia.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
 1) Bagaimana keberadaan peraturan Perundang-undangan yang melandasi eksistensi perbankan Islam di Indonesia sampai tahun 2002?
 2) Bagaimana dukungan peraturan perundang-undangan tersebut terhadap eksistensi dan perkembangan perbankan Islam di Indonesia ?

Batasan Masalah dan Definisi Istilah
Agar rumusan masalah di atas dapat dipahami, maka terdapat beberapa definisi dan istilah yang perlu dijelaskan:
1) Perbankan Islam di Indonesia adalah sama dengan perbankan syari’ah yaitu suatu lembaga keuangan yang menggunakan prinsip operasionalnya berdasarkan syari’ah (Syahdeini, 1999 : 1).
2) Studi yaitu penelitian ilmiah, kajian, telaahan (Purwodarminto, 1997 : 340).
3) Peraturan perundang-undangan di sini adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perbankan Islam di Indonesia, yang meliputi:
 a) Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
 b) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
 c) Undang-Undang No. 23 Tahun Perbankan Islam di Indonesia Vol. 1 No. 2 September 2003 ISSN : 1693-4296Fenomena: Vol. 1 No. 2 September 2003 ISSN : 1693-4296 101 1999 tentang Bank Indonesia.
 d) Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/34/Kep/ Dir tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
 e) Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

Dari beberapa penjelasan definisi dan istilah di atas yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah kajian terhadap peraturan perundang-undangan perbankan yang operasionalnya berdasar prinsip syari’ah khususnya tentang keberadaan dan perkembangannya.

Tujuan dan Manfaat
Tujuan ini adalah:
 1) Mendeskripsikan secara terperinci tentang peraturan perundang-undangan yang melandasi eksistensi perbankan Islam di Indonesia dari kurun waktu 1992 sampai tahun 2002.
 2) Mendeskripsikan dukungan peraturan perundang-undangan tentang perbankan Islam tersebut terhadap eksistensi dan perkembangannya.
 3) Adapun manfaat penelitian ini adalah:
 a) Memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan keilmuan di bidang perbankan Islam di Indonesia.
 b) Memberikan kontribusi bagi pengembangan perbankan Islam khususnya penataan di bidang regulasi.

Pendekatan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini akan didekati dengan metode:
 1) Yuridis normatif yaitu peneliti akan meneliti peraturan perundang-undangan perbankan Islam di Indonesia.
 2) Historis yaitu peneliti akan meneliti dukungan peraturan perundang-undangan terhadap eksistensi dan perkembangan perbankan Islam di Indonesia sejak tahun 1992 sampai tahun 2002 serta prospek dan tantangan ke depan.

Tinjauan Pustaka
Di Indonesia perkembangan bank-bank syari’ah sangat dipengaruhi oleh munculnya perbankan Islam di negara-negara Islam. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai Bank Syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan oleh para pakar di antaranya, Karnaen A. Perwataatadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefudin, M. Amien Azis dan lain-lain.
Dalam wacana ilmiah pun sudah lama digulirkan pemikiran Islam tentang perbankan. M. Amien Azis (1992 : 25) dalam bukunya Mengembangkan Bank Islam di Indonesia berpendapat tentang pentingnya perbankan Islam di Indonesia. Sebelumnya pada tahun 1990 telah diadakan  Workshop on Bank and Banking Interest. Salah seorang narasumbernya adalah Karnaen A. Purwataatmadja (1990) dalam papernya yang berjudul Pengalaman, Cara Kerja, Permasalahan dalam Pengembangan dan Prestasinya mengemukakan tenang sebuah Bank tanpa bunga.
Afzalur Rahman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam (1995) memerinci seluk beluk perbankan Islam sedangkan Muhammad Syafii Antonio (1999) berpendapat dalam bukunya Bank Syari’ah: Bagi Bankir dan Praktisi keuangan memuat tentang petunjuk praktis tentang operasionalisasi Bank Islam/Syari’ah bagi Bankir dan praktisi.
Pada tahun yang sama, Muhammad Syafii Antonio menjelaskan secara umum tentang Bank Syari’ah dalam bukunya Bank Syari’ah: Suatu Pengenalan Umum. Dalam buku ini Muhammad Syafii Antonio menerangkan prinsip-prinsip Bank Syari’ah secara umum. Sedangkan Aplikasi Teori Bank Syari’ah dalam praktek perbankan Islam ditulisnya dalam buku Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik (Muhammad Syafii Antonio, 2001).
Dalam rangka meletakkan posisi Perbankan Islam dalam tata hukum di Indonesia, Sutan Remy Sjahdeini memaparkan dalam bukunya Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (1999) mengumpulkan makalah-makalah yang telah disunting dan diterbitkan dengan judul sentral Memahami Bank Syari’ah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek.
Sehubungan dengan pengembangan wacana, agar lebih jelas dalam operasionalisasi system perbankan Islam Muhammad (2000) telah menyajikan buku dengan judul Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah. Satu tahun kemudian Muhammad (2001) meluncurkan buku dengan judul Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah. Dalam buku ini dideskripsikan tentang teknik/cara perhitungan bagi hasil baik yang menyangkut produk penyaluran dan produk pengumpulan data.
Selain itu, Muhammad (2002) dalam bukunya yang lain manajemen bank syariah, banyak menyoroti aspek manajemen operasionalisasi perbankan syariah. Sedangkan Adiwarman Karim (2003), sesuai dengan judul buku yang ditulisnya, yakni Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, lebih berkutat pada berbagai proses layanan yang diberikan oleh bank syariah.
Di beberapa telaah referensi di atas sampai saat ini belum peneliti temukan baik buku, jurnal atau penelitian yang khusus mengkaji tentang peraturan perundang-undangan perbankan Islam dan dukungannya terhadap eksistensi dan pengembangannya ke depan. Dalam rangka pengembangan lembaga keuangan Syari’ah di Indonesia, penelitian ini sangat membantu dalam mengevaluasi seberapa besar dukungan peraturan perundang-undangan terhadap eksistensi dan pengembangan perbankan Islam di Indonesia.


Kerangka Teori
Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal usul system perbankan syariah itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam.            Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktek riba, kegiatan maisir (spekulasi) dan gharar (ketidakjelasan) (Muhammad, 2002: 13). Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syari’ah, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu system yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dengan sistem yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. (Antonio, 2001: 224).
Maka dalam upaya pengembangan perbankan syari’ah diperlukan pengembangan
infrastruktur berupa peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah, instrumen pasar keuangan syari’ah nasional, instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas, instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral, standar akuntansi, audit, dan pelaporan, ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dan lembaga penelitian dan pengembangan perbankan syari’ah yang juga berfungsi sebagai pusat informasi dan pelatihan. (Antonio, 2001: 230). Ketentuanketentuan tersebut sangat diperlukan agar perbankan syari’ah menjadi elemen dari system moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang pesat bersaing dengan bank konvensional.
Dalam penelitian ini kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas, peneliti pergunakan dalam menelusuri peraturan Perundang-undangan Perbankan Islam di Indonesia.
Eksistensi Peraturan Perudang-Undangan Tentang Perbankan Islam di Indonesia Upaya intensif pendirian bank Syari’ah di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya sejak tahun
1988 di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan, kemudian diikuti dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana perbankan bagi hasil diakomodasikan, maka Bank Muamalat Indonesia merupakan bank umum Syari’ah pertama yang beroperasi di Indonesia. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh pendirian bank-bank perkreditan rakyat Syari’ah. Namun demikian, adanya dua jenis bank tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang disebut Baitul Maal wa Tamwil (BMT) (Arifin, 1999: 26). Dengan disahkannya UU No. 10/1998, telah memberikan landasan luas bagi berdirinya perbankan syariah di Indonesia. Selama kurun waktu enam tahun sejak tahun 1992 hingga 1998 hanya ada satu bank Islam di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dengan undang-undang baru ini maka dimungkinkan keleluasaan dari segi dasar pendirian bank sehingga dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun telah bermunculan beberapa bank syariah baru, seperti Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank IFI cabang usaha syariah, Bank Bukopin cabang usaha syariah, Bank Jabar cabang usaha syariah, Bank BNI 46 Syariah, Bank Danamon Syariah dan menyusul beberapa bank konvensional lainnya yang sudah berminat untuk membuka cabang syariah atau mengkonversikan salah satu anak perusahaannya menjadi fully syariah implemented. (Syafii Antonio, 2001: 224). Secara umum bisa dijelaskan bahwa dalam UU No. 7 Tahun 1992 tidak dikenal istilah prinsip syariah. Istilah yang dikenal sebelumnya adalah prinsip bagi hasil, walaupun sebenarnya yang dimaksud adalah prinsip syariah. Berdasarkan pasal 6 dan pasal 13 UU No. 7 Tahun 1992, dibuka kemungkinan bank untuk melakukan kegiatan usaha dalam bentuk memberikan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Ketentuan tentang kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah dalam UU No. 7 Tahun 1992 sangat terbatas, yakni hanya menyangkut kegiatan pembiayaan dan tidak diatur tentang penghimpunan dana. Maka kemudian diatur kembali pada UU yang baru secara lebih jelas, lengkap, dan lebih eksplisit, baik yang menyangkut penghimpunan dana maupun penyediaan pembiayaan. Oleh karena itu, UU ini kemudian disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun 1998 Secara lebih ringkas dapat disimpulkan bahwa dari UU No. 10 Tahun 1998, merupakan perubahan UU No. 7 Tahun 1992, terdapat beberapa perubahan yang emberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Dari UU tersebut, dapat ditangkap bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan, antara lain sebagai berikut:
 1)Perbankan Islam di Indonesia Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. Dengan diterapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistemperbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutamadari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga.
 2) Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan investor yang harmonis (mutual investor relationship). Sementara dalam bank konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur (debitor to creditor relationship).
3) Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif (unproductive speculation), pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral. (UU No. 10 tahun 1998). Beberapa perubahan penting dalam UU No. 10 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut:
 1) Dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan perbankan oleh bank perkreditan rakyat, khususnya untuk masyarakat golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil yang dalam kenyataannya terdapat baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan, maka persyaratan bahwa pendirian dan (atau) pembukaan kantor bank perkreditan rakyat harus dilakukan di wilayah kecamatan dihapuskan. Dengan demikian, BPR dapat didirikan dan membuka kantor di seluruh wilayah Indonesia.
 2) Bank umum dan bank perkreditan rakyat dapat menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Khusus bagi bank umum yang selama ini menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dapat membuka cabang penuh (full branch) untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. (UU No. Tahun 1998 tantangPerbankan) Dengan dimasukkannya prinsip syariah pada sistem perbankan (bank umum perkreditan rakyat), maka diharapkan akan benar-benar mengakomodasi operasional bank syariah. Sejalan dengan itu diharapkan juga pengembangan, pembinaan, dan sosialisasi oleh Bank Indonesia akan lebih maksimal. Tentu saja, dampak berikutnya juga diharapkan pada pengembangan lembaga keuangan BMT.
Selain itu, dalam rangka memberikan landasan operasional bagi perbankan Islam, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir tentang Bank Umum berdasarkan Syari’ah serta surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/ Kep/Dir tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syari’ah. Kedua Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tersebut merupakan petunjuk operasional pelaksanaan yang lebih kongkret dari UU No. 7 Tahun 1992 tantang perbankan dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahannya. Eksistensi peraturan Perundang-Undangan tentang Perbankan Islam di Indonesia semakin nyata dengan disahkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengakomodir ketentuan tentang cara-cara pengendalian moneter yang menjadi wewenang Bank Indonesia dapat dilaksanakan dengan prinsip Syari’ah. Dukungan Peraturan Perundang-Undangan terhadap Eksistensi dan Perkembangan Perbankan Islam di Indonesia. Perkembangan kehidupan perbankan syariah dari suatu negara sangat tergantung pada dukungan peraturan perundang-undangan yang mengatur perbankan syariah yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan perbankan syariah itu. Dari konferensi Islamic Bank yang diadakan di Singapura pada bulan Agustus 1998, dapat diketahui bahwa lembaga keuangan Islam mengalami perkembangan yang pesat di dunia. Jumlahnya telah mencapai 200 buah, di antaranya 160 berupa bank dan sisanya berupa lembaga keuangan Perbankan Islam di Indonesia.
Bank syariah di Indonesia mendapat pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sector perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen (atau peniadaan bunga sekaligus). Sungguhpun demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 di mana pemerintah mengeluarkan pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti dengan digulirkannya Undang-undang Perbankan Indonesia, dan kemudian terutama setelah diubahnya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yang memberikan kecenderungan yang sangat positif bagi perkembangan perbankan Islam atau perbankan syariah di Indonesia.
Undang-undang perbankan telah memberikan peluang yang nyata akan pendirian bankbank berdasarkan Prinsip Syariah dan dilaksanakannya jenis-jenis transaksi syariah oleh bankbank Islam. Berbeda dengan sikap undang-undang perbankan dari negara-negara nonmuslim yang tidak menganggap lembaga yang melakukan transaksi-transaksi keuangan atau pembiayaan berdasarkan syariah sebagai bank, Undang-undang Perbankan Indonesia, yaitu
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dengan tegas memasukkan lembaga yang melakukan kegiatan usaha pengerahan dana dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah ke dalam pengertian bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Undang-undang Perbankan telah bersikap sangat positif terhadap eksistensi dan
pengembangan perbankan Islam, kemudian telah ditunjang oleh peraturan-peraturan
pelaksanaannya berupa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR/1999 tentang Bank Umum Berdasarkan prinsip Syariah dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan prinsip Syariah, masingmasing tertanggal 12 Mei 1999, yang merupakan peraturan-peraturan dari Undag-undang Perbankan tersebut (Sjahdeini, 1999: 199). Masyarakat Indonesia yang peduli akan tumbuh dan berkembangnya perbankan syariah di tanah air patut bersyukur dan bergembira bahwa Undag-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah pula memasukkan ketentuan-ketentuan yang memperlihatkan kepedulian terhadap eksistensi dan pengembangan perbankan syariah. Pasal 10 Undang-undang Bank Indonesia tersebut menentukan bahwa cara-cara pengendalian moneter yang menjadi wewenang Bank Indonesia dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah. Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai the lender of last resort dalam membantu bankbank yang mengalami kesulitan likuiditas, antara lain yang dapat terjadi karena adanya rush dari para nasabah penyimpan dana bank itu, menurut Pasal 11 Undang-undang Bank Indonesia, bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan. Meski demikian, ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang tersebut menentukan bahwa baik bank konvensional maupun bank syariah wajib memberikan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan dan nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Lebih lanjut, menurut pasal 11 ayat (2) Undang-undang Bank Indonesia, yang dimaksudkan dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai. Perbankan Islam di Indonesia.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir tentang Bank Umum Berdasarkan Syariah; dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, perbankan syariah telah berkembang dengan sangat pesat yang didukung pula dengan beberapa lembaga keuangan lain seperti asuransi, multifinance, dan reksadana yang juga berbasis syariah.
Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, diproyeksikan bahwa total asset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar 2850 % selama 8 tahun, atau ratarata tumbuh 356.25 % tiap tahunnya. Sebuah pertumbuhan aset yang sangat mengesankan.
Tumbuh kembangnya aset bank syariah ini dikarenakan adanya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah (Karim, 2003: 29). Dalam rangka pengembangan perbankan syariah perangkat-perangkat hukum pendukung harus senantiasa digulirkan. Dukungan yang intensif dari pemerintah, organisasi-organisasi keislaman, dan segenap lapisan masyarakat muslim, akan sangat membantu bagi kesinambungan dan kemajuan perbankan syariah. Di samping itu, diperlukan juga strategi yang jitu yang dapat mengurangi semaksimal mungkin kendala-kendala yang dihadapi selama ini, termasuk kemudahan bagi bank-bank konvensional untuk mengkonversikan dirinya menjadi bank syariah atau membuka unit-unit layanan perbankan syariah.







Simpulan
Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
 (1) Keberadaan peraturan Perundang-undangan yang melandasi eksistensi perbankan Islam di Indonesia sampai tahun 2002, sudah cukup menggembirakan, yaitu dengan dimulainya deregulasi sektor perbankan tahun 1983, kemudian pakto 1988, seterusnya UU No. 7 Tahun 1992, PP No. 72 tahun 1992, dan disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun 1998. Serta dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia meski demikian, masih ada banyak hal yang harus dibenahi dan diberikan payung yang lebih luas lagi agar operasionalisasi perbankan syariah bisa sejalan dengan prinsipprinsip syariah, dan bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan perekonomian bangsa Indonesia.
(2). Peraturan perundang-undangan tersebut sangat memberikan dukungan
yang sangat signifikan terhadap eksistensi dan perkembangan perbankan Islam di Indonesia, hal ini bisa dibuktikan bahwa setelah lahirnya UU Nomor 10 tahun 1998 banyak berdiri bankbank yang menyandarkan pada prinsip syariah setelah selama beberapa tahun hanya dimainkan secara tunggal oleh Bank Muamalat Indonesia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS